Sebagai sebuah ‘makhluk’ raksasa penebar kejahatan luar biasa abad ini, gurita korupsi ‘turun ke bumi’ bukan dengan ujug-ujug sim salabim abra kadabra, melainkan
lewat proses evolusi dan mutasi genetik dalam perjalanan sejarah
budaya-tradisi. Jika ingin melumpuhkan korupsi, lumpuhkan guritanya.
Jika ingin melumpuhkan gurita, galilah filosofi kemunculannya berikut
karakteristik spesifik perilakunya, baru kemudian diputuskan langkah
‘luar biasa,’ apakah harus meng’amputasi’, meng’aborsi’ atau bila perlu,
mencegah reproduksinya.
Secara anatomi, gurita
memiliki 8 lengan dengan alat penghisap pada lengan yang digunakan
untuk bergerak di dasar laut dan menangkap mangsa. Ini seakan menjadi
simbol dari jangkauan korupsi yang multi dimensi, 8 penjuru arah mata
angin, seluruh ruang wilayah negara dari Sabang sampai Merauke, dari
pusat kota metropolitan sampai pelosok dusun terpencil di dalam hutan.
Jangkauan lengan gurita dalam sejarah nusantara setidaknya telah diawali sejak 8 abad silam, babak pertama ‘embrio gurita’ korupsi dalam Mpu Gandring Gate di masa
kerajaan Singasari abad 13. Sebuah tragedi